Kamis, 17 Februari 2011

Guru Dengan Semangat Baru

Telah menjadi kesepakatan kita bersama bahwa dewasa ini Depiknas dan seluruh jajaran institusi yang terkait dengan sistem pendidikan nasional telah berupaya seoptimal mungkin dalam menggulirkan perubahan besar – besar terhadap pendidikan yang terintegrasi, sistematis dan terarah.

Terdapat urgensi yang terselip di balik itu semua, yaitu tentang masa depan generasi kita yang harus tangguh dalam menghadapi kompleksitas di tengah Masyarakat Indonesia yang pesat mengalami social changes, karena pengaruh globalisasi. Maka keterpurukan sistim pendidikan yang telah kita akui bersama dan bila dihadapkan pada coincide penyiapan kemajuan bangsa, maka perubahan sistim pendidikan nasional haruslah dalam naungan suatu revolusi.

Betapa tidak , sebuah negara yang pada Tahun 1975 masih mengalami konflik politik sehingga telah kehilangan segala-galanya. Namun diluar dugaan lantaran keseriusan dalam menggarap sistim pendidikan nasionalnya, maka prestasinya sekarang bread di atas kita. Sebut saja negara tersebut adalah Vietman.
Menurut survey yang dilakukan oleh International Education Achievment ( I E A ), indeks pengembangan manusia ( Human Development Index ) kita masih sangat rendah. Menurut data tahun 2004, dari 117 negara yang disurvei, Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Indonesia berada pada peringkat 111 dan pada tahun 2005 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di peringkat 108 (Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Bima, Th 2008 ).

Padahal pada kurun waktu Tahun 1970 - 1975 kita telah memulai pembangunan dengan menapaki PELITA I I. Bangsa Indonesia telah membenahi bidang pendidikan sebagai pilar utama peningkatan kualitas bangsa cukup diperhatikan. Paling tidak saat itu, pada tahun l974, dibangun 6.000 Sekolah Dasar (SD) INPRES, meningkatkan mutu 1000 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari 1.427 SMP yang ada saat itu, melengkapi 200 SMA dari 421 SMA yang ada saat itu. Sedang Perguruan Tinggi yang berjumlah 29 semakin dikembangkan ( Harian Online Damandari, 2003 ).

Melihat kenyataan tersebut maka wajar saja apabila kita bersikap prihatin, namun tindakan kita yang paling bijak sebagai pendidik adalah menaruh perhatian yang serius. Bukankah sitim pendidikan nasional adalah asset prestis kita semua. Sehingga apabila terjadi keterpurukan terhadapnya, maka kita sebagai pendidik adalah yang paling depan dalam memikul tanggung jawab.

Oleh karena itu kita tidak mungkin untuk bertindak skeptis dalam menyikapi fakta tersebut. Minimal harus terbesit dalam hati kita untuk memulai langkah moral dalam mengejar ketertinggalan kita. Kita harus sigap dalam memulai bergulirnya sebuah revolusi pendidikan. Hanya dengan semangat yang tinggilah semua tugas moral kita untuk mengentaskan sistim pendidikan nasional kita menjadi ringan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar