Kamis, 16 September 2010

INDONESIA DI TENGAH DINAMIKA POLITIK

Letak geografis indonesia yang berada persis di tengah - tengah dua samudra di sebelah Barat dan Timur serta dua benua di sebelah Tenggara dan Barat Laut, memberikan specifikasi tersendiri sebagai negara yang harus diperhitungkan oleh bangsa lain, terutama dalam aspek geostrategi dan geopolitik.
Disamping itu Indonesia memiliki kekayaan alam yang tiada bandingnnya yang tersimpan di 17. 504 pulau ( Wikipedia, 2004 ). Sebagian dari pulau yang kita miliki tersebut sekitar 6.000 di antaranya merupakan pulau yang tidak berpenghuni, dan sudah semestinya masih mengandung kekayaan alam yang tersimpan di dalamnya Semua pulau-pulau tersebut terhampar menyebar di sekitar katulistiwa dan memberikan cuaca tropis. Tercatat pula bahwa disamping kekayaan alam yang tiada bandinmgnya, Indonesia juga memiliki lebih dari 400 gunung berapi and 130 di antaranya termasuk gunung berapi aktif, sebagian dari gunung berapi tersebut terletak di dasar laut dan tidak terlihat dari permukaan. Yang lebih memikat para cendikiawan dunia guna pengembangan sains dan teknologi bahwa Indonesia merupakan tempat pertemuan 2 rangkaian gunung berapi aktif .
Sudah brang tentu kondisi daya dukung alamiah yang kaya tersebut, jelas-jelas menarik minat bangsa penjajah untuk mengeksploitir kekayaan alam milik kita. Terbukti sejak Tahun 1602 Bangsa Belanda, disusul kemudian Bangsa Inggris dan Portugis serta Bangsa Jepang telah berhasil menkmati kekayaan alam kita. Disamping merampas kekayaan alam kita yang tak ternilai harganya, khusus Bangsa Belanda juga telah mengeksploitir tenaga / kehidupan / hak azasi anak bangsa guna kemakmuran mereka, selama 3, 5 abad lamanya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa dengan kondisi geografis alam yang melingkungi negara kita, menyebabkan terbentuknya ± 316 suku bangsa dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Wilayah Indonesia, masing –masing dengan corak budaya yang berbeda. Hal ini tentunya membawa berkah tersendiri bagi kita , yang secara dialektis menempatkan keberagaman ini bukan sebagai faktor penghalang dalam upaya pencapaian hidup bersama. Tetapi justru malah mampu melatarbelakangi upaya pencarian instrumen yang mampu menjembatani perbedaan tersebut . Hingga lahirlah suatu Instrurnen pemersatu yang mampu diterima semua komponen penyusun bangsa dan negara ini, yang tak lain adalah Idiologi Pancasila, yang telah terpenetrasi jauh ke kalbu setiap anak bangsa ini.
Namun demikian dalam perjalanan hidup bangsa ini yang terus bergulir menuruti roda waktu, silih bergantinya perseteruan / goncangan / perbedaan pendapat terhadap sesama anak bangsa turut memperkaya perjalanan Bangsa Indonesia di tengah pergaulan kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara. Namun kita tetap berbangga diri lantaran kita berhasil membangun monumen politik Indonesia beruapa even politik bersejarah, yaitu berupa deklarasi bersama tentang itikad bernegara pada Tanggal 17 Agustus 1945 yang dideklarasikan oleh Soekarno dan Hatta.
Sebagai negara yang baru saja memperoleh prestis politik yang monumental, beragam langkahpun telah diderapkan oleh putra-putra bangsa guna membangun negara ini dalam kerangka ekonom, politik, pendidikan kesehatan dan semua sendi kehidupan Rakyat Indonesia . Dinamika inipun tak luput dari perbedaan politik / pandangan umum tentang negara, yang meliputi sistim politik, ideologi, arah pembangunan dan lain sebagainya. Tercatat dalam sejarah idelogi komunis , liberalisme, pendirian NII oleh kelompok agamis pernah aktif ,mewarnai wajah perpolitikan Indonesia sebagai negara yang baru lahir ini. Sudah barang tentu perbedaan pola pandang tentang berbangsa dan bernegara ini membuat Rakyat Indonesia menjadi terpolarisasi dan mengkristal ke dalam ranah politik masing – masing pada dekade sebelum Tahun 1965.
Selama dekade tersebut munculah Idiologi Komunis yang berkembang pesat melalui instrumen politik Partai Komunis Indonesia ( PKI ), yang merencanakan mengadopsi komunis di Indonesia dengan paksa. Rakyat Indonesiapun saat itu menyambut antusias terbentuknya partai ini yang menjanjikan kesejahteraan rakyat yang masih berada di strata terbawah karena kemiskinanya. Slogan untuk penghapusan kelas, yang dikenal dengan nama slogan sama rata sama rasa begitu bergaungnya. Sehingga pada Pemilu Tahun 1955 PKI berhasl mendapatkan 6 juta suara ( Saat itu jumlah Rakya Indonesia baru berjumlah ± 50 juta jiwa ). Hal ini meruapakan pertanda bahwa PKI kala itu banyak diterima di hati Rakyat Indonesia.
Namun sejarah mencatat sesuatu yang berbeda dengan yang diharapkan oleh hati rakyat, ketika pada Bulan September 1965, PKI berusaha mengambih alih negara ini dengan melakukan kudeta berdarah di bawah scenario DN Aidit, yang bertujuan hendak memaksakan kehendak rakyat banyak dalam menerapkan idiologi Komunis. Kenyataan itu berhasil membukakan mata dan hati Rakyat Indonesia yang sebelum itu menaruh simpatik., Kenyataan ini akhirnya menyebabkan air mata Ibu Pertiwi kembali menetes, karena di persadanya telah terjadi banjir darah karena perseteruan antara anggota partai komunis dan kontra komunis Pada Tahun 1966, yang berlangsung sebagian besar di P, Jawa dan Bali.
Bencana yang berujud tragedi kemanusiaan begitu memilukan hingga jatuh korban jiwa untuk para pendukung / simpatisan PKI, tercatat sebanyak 2 juta pendukung / simpatisan PKI dieksekusi dan 200,000 lainnya di penjara tanpa diadili menurut norma hukum. Kita sambut dengan tangan terbuka bila terdapat anasir baik dari dalam maupun luar negeri yang ingin melakukan pencerahan kepa Rakyat Indonesia yang seharusnya mendapatkan statement mengenai tragedi ini sebenarnya. Namun demikian alangkah lebih baiknya bila tragedy tersebut dijadikan pelajaran berhaga untuk masa – masa mendatang dalam naungan kehidupan berpolitik, berbangsa dan bernegara. Dengan aksi pembersihan massal terhadap setiap unsure yang berbau komunis / PKI, yang dilancarkan Soeharto maka berakhir sudah wajah politik Orde Lama dan tertancaplah tonggak kekuasaan Orde Baru.
Selama berlangsungnya rezim Orde Baru tercapailah pembangunan di segala bidang, dengan konsep pembangunan Rencana Pembangunan Lima Tahun, yang pada finalnya pemerintah era Orde Baru berniat membawa Rakyat Indonesia ke era tinggal landas menuju Masyarakat Adil Makmur berdasarkan Pancasila, setelah semua kerangka landasan dan setiap sendi kebutuhan Masyarakat Indonesia disiapkan terlebih dahulu pada Pelita sebelumnya. Perekonomian Indonesia pada Tahun 1966 berada pada titik paling rendah. Setelah itu upaya pembangunan yang sistematis mulai dilaksanakan melalui serangkaian pembangunan lima tahunan dan berjangka dua puluh lima tahun berdasarkan arahan-arahan GBHN.
Repelita I dalam PJP I dimulai pada tahun 1969/70. Agar pencapaian sasaran pembangunan dapat terwujud secara optimal dan sesuai dengan yang digariskan, maka sasaran-sasaran pembangunandipilah dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan. Seluruh kebijaksanaan dirancang dandilaksanakan dalam kerangka Trilogi Pembangunan. Selama PJP I, laju pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 6,8 persen dengan laju pertumbuhan penduduk telah dapat ditekan rata-rata di bawah 2 persen per tahun, pendapatan per kapita meningkat lebih dari 11 kali (dinyatakan dalam US$ pada harga yang berlaku) menjadi di atas US$ 800.
Dalam dua tahun Repelita VI, laju pertumbuhan ekonomi mencapai 7,5 persen dalam tahun1994 dan 8,1 persen dalam tahun 1995. Pertumbuhan itu telah melampaui sasaran (baru) yangditargetkan dalam Repelita VI yaitu sebesar 7,1 persen rata-rata per tahun.Dalam Repelita VII, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk ditargetkan di atas 7persen dan 1,4 persen rata-rata per tahun. Dengan kedua sasaran ini, pendapatan per kapita padaakhir Repelita VII diharapkan dapat mencapai sekitar US$ 1.400 (berdasarkan US$ 1993), atau sekitar US$ 2.000 pada harga yang berlaku. Pada saat itu ekonomi Indonesia telah dapat digolongkan kedalam negara industri baru ( Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Ketua Bapenas, 1996 ).
Kita akui bersama bahwa kala itu Soeharto berhasil melakukan perubahan besar pada setiap sektor, seperti pendidikan, Keluarga Berencana, kesehatan , keamanan dan stabilitas politik, keutuhan wilayah Indonesia.. Namun semakin lama Soeharto memerintah negeri ini, semakin banyak pula tokoh politik yang mengkritik , apalagi memasuki Tahun 1977 bertepatan dengan krisis yang melanda dunia ( Asia khususnya ). Indonesia hingga kini belum mampu untuk mengatasi krisis tersebut. Bahkan cebderung melebar menjadi krisis multidimensional. Terdapatnya kebocoran anggaran negara sebesar 30 % , sebagai akibat budaya korupsi yang diidap oknum mpejabat negara dari bawah hingga pusat, menyebabkan kian terperosoknya Indonesia dalam badai krisis .
Dan Soehartolah yang pertama kali dituding sebagai penyebab kehancuran ekonomi Indonesia.. Sehingga pada Tahun 1977 terjadilah gelombang demo besar – besaran yang menuntut pengunduran diri Soeharto. Meski Soeharto mencoba mendirikan Komisi Reformasi untuk menyurutkan aksi demo, namun niatan ini sama sekali tidakmempengaruhi idealisme mahasiswa dan Rakyat Indonesia. Sehingga tidak ada jalan lainnya kecuali mengundurkan diri 21 Mei 1998.
Setelah pengunduran diri Soeharto, maka panggung politik Indonesia berganti dengan Sistim Politik Reformasi, yang bersendikan kebebasan berpolitik, mengeluarkan pendapat dan Supremasi Hukum. Termasuk tuntutat Soeharto atas tuduhan korupsi selama 30 tahun, melalui yayasan – yayasan yang didirikan keluarga Soeharto.Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999.
Menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya

Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006.

Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999. Menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya.

Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006 ( Wikisource, 2010 ).

Selama berkibarnya Sistim Politik Reformasi, kehidupan politik berjalan monoton meski telah tiga kali Bangsa Indonesia mengamanatkan empat putra bangsa menjadi Presiden RI, masing – masing adalah BJ Habibi, KH Abdurahman Wakhid, Megawati Soekarnoputri dan SBY. Selama kurun waktu dari Tahun 1977 – 2009, hanya kita temui padatnya aksi demo, manuver politik para elit poltik guna mendapatkan dukungan publik, kasus PHK dan dinamka politik lannya yang justru membosankan Rakyat Indonesia.
Dinamika politik kembali menggelora di akhir Tahun 2009 mengawali masa jabatan ke – II SBY sebagai Presiden RI hingga kini, lantaran telah terjadinya kemelut bercampur dengan carut- marut pengucuran bailout sebesar 6 ,7 trilyun rupiah kepada Bang Century yang dianggap sebagai bang kolaps yang akan menyipkan pengaruh sistemik perbangkan di Indonesia. Namu karena pengucuran tersebut tanpa melalui mekanisme yang telah baku. Maka publikpun berteriak dan yang paling banyak mendapat tudingan tersebut adalah Wapres Boediono Menkeu Sri Mulyani.
Gegap gempitanya publik dalam mengomentari hal tersebut akhirnya sampai ke telinga Anggota DPR, yang segera membentuk Pansus Bang Century. Hingga kini masalah inipun belum mampu memberi wacana yang terang benderang, yang sebenarnya dibutuhkan publik agar mendapat pencerahan.
Akankah kekisruhan tersebut terus akan berdampak menggoyang kursi keprisedenan. Nampaknya memang bakal mengarah ke sana, apalagi dengan dilakukannnya manuver politik dari komunitas elit politik nasional yang gerah dengan penyimpangan dana negara tersebut. Sayangnya rakyat sementara ini masih menyangsikan manuver tersebut meski dalam kemasan kemanusiawian dalam bentuk apapun, label untuk perjuangan demi pencerahan untuk rakyat akan sia-sia saja, apalagi bagi mereka para petinggi / mantan petinggi nasional yang berkiprah politik. Seperti even tanggal 1 Pebruari 2010 yang lalu, ketika sebuah Manifesto dibacakan oleh Anies Bawesdan Rektor Universitas Paramadina Jakarta., tentang penataan demokrasi.
Tidak tanggung – tanggung lagi manuver politik itu dihadiri oleh Jusuf Kalla, Surya Paloh, Wiranto, Megawati dan Taufik Kiemas, Akbar Tanjung dan masih banyak lagi. Benarkah manuver politik itu mengatas namakan rakyat dan lebih jauh lagi hendak mensejahtarakan rakyat. Yang jelas mereka hanya memiliki niatan untuk meraih kursi kepresiden, saat SBY telah ditinggalkan pendukungnya, karena konspiracy Bang Century.
Sementara itu SBY yang memenangkan Pemilu 2009 dengan mendapat perolehan suara 60 %, pada awalnya membentuk koalisis besar, yang disusun dari dukungan koalisi yang terdiri atas Partai Demokrat, PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PPP (Partai Persatuan Pembangunan) , PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Koalisi itu juga sudah menguasai mayoritas parlemen karena mereka sudah menguasai 56 persen kursi. Tolal, 314 kursi yang mereka kuasai, dengan rincian kionstituen Demokrat 148, PKS 59, PAN 42, PPP 39 dan PKB 26 ( lamade@jawapos. co.id ), Saat inipun mulai menapaki babak perpecahan internal dalam koalisi yang dibangunnya.
Golkar lebih memilih untuk konsisten dalam memberi pencerahan obyektif kepada Rakyat Indonesia tentang Bang Century demi eksistensi nama besarnya pada Pemilu Tahun 2014 nanti. Sementara PPP mulai menjauhi koalisi akibat kasus Petinggi PPP yang pada KIB I menjabat sebagai Mentri Sosial, yaitu Bachtiar Chamzah yang terjerat kasus korupsi pengadaan sapi dan mesin jahit untuk keluarga pra sejahtera. Dengan demikian kekuatan koalisi akan melemah dan kedudukan SBY pun akan terancam.
Demikian Dinamika Politik Indonesia hingga awal Tahun 2010 ini. Tentunya dinamika ini terus mengalami pasang surut, sebagai sarat keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar