Kamis, 16 September 2010

Bu Guruku Yang Cantik

sumber: SMA Al Irsyad Tegal
Tantangan dunia pendidikan kita sungguh berat dalam upaya untuk pengentasan dari keterpurukan selama ini. Namun demi kemajuan segala aspek yang melingkungi faktor-faktor penentu kemajuan suatu bangsa, maka kemajuan yang pesat terhadap pendidikan kita, haruslah suatu harga mati yang ditorehkan oleh kita bersama. Sebagai konsekuensi logis pemerintah dalam hal ini Depdiknas haruslah memulai megurrai benang yang mengusuti keterpurukan ini.

Peranan wanita sebagai tenaga pendidik adalah sungguh sesuatu yang tidak kita pungkiri, yang memiliki hubungan setali tiga uang. Hal ini kita ketahui sejak kiprahnya RA Kartini dan Dewi Sartika yang tel;ah mendahului menggulirkan pendidikan terhadap anak bangsa, ketimbang para tokoh lainnya. Kedua Pahlawan Wanita Putra Bangsa tersebut lebih mengedepankan perasaan kewanitaan terlebih dahulu ketimbang aspek nasionalisme dan aspek lainnya, maka lahirlah perjuangan emansipasi wanita di Indonesia.

Wanita memilik karakter ynng secara specific mengungguli ketimbang karakter pria, terutama dalam koridor proses pembelajaran. Meski belum banyak penelitrian imiah yang meng-groundedkan specifikasi ini. Berdasarkan pengalaman empiris diketahui bahwa seorang wanita memiliki potensi yang lebih kuat ketimbang pria untuk berfigur sebagai seorang pendidik

Lebih Rajin dan Teliti

Figur pendidik di era profesionalisasi guru, ternyata lebih banyak menghabiskan
energi dan waktudalam penyiapan instrumen pembelajaran yang njlimet , yang meliputi pembuatan RPP, Analisis dan lain sebagainya, yang hanya bisa dipenuhi oleh figur yang teliti, rajin dan bertanggung jawab terhadap profesionalnya. Tentu saja hal ini lebih mampu di laksanakan oleh seorang wanita yang berdiri di depan peserta didiknya sebagai seoprang fasilitator..

Diakui oleh sejumlah pendidik bahwa untuk mengaplikasikan semua instrumen pembelajaran yang cermat adalah hal yang pelik. Sebagian dari pendidik memilih untuk memberikan pembelajaran menurut sistimatis yang ada di buku paket atau sarana lainnya. Hal ini tentunya membutuhkan ketelitian yang memadai yang harus dimiliki seorang pendidik. Dan sifat ini lebih tepat dimiliki oleh pendidk wanita secara kodrati dibanding pria.

Figur Penuh Kasih Sayang

Sering lihat di laporan berbagai media tentang tindakan fisik seorang pendidik terhadap peserta didiknya, yang tidak dibenarkan dalam etika pendidikan. Sebagian besar pendidik yang terlibat dalam masalah ini adalah pendidik pria. Hal ini adalah suatu bukti empiris bahwa pendidik wanita lebih mampu mencurahkan kasih sayang terhadap peserta didik ketimbang pria, Apalagi di era kehidupan modern, dimana peserta didik lebih banyak menerima budaya asing ketimbang budaya unggah-ungguh, sopan santun, budi pekerti ataupun nilai dan norma sosial ketimuran, yang minim diadopsinya.

Mungkin kita juga masih ingat perjuangan Mother Theresia yang melegenda di masyarakat India dan dunia, ketika beliau dengan tulus mengulkurkan tangan kemanusiaannya di tengam masyarakat India yang terserang penyakit lepra, tanpa memikirkan bahaya dirinya sendiri. Hal ini juga bisa dijadikan bukti empiris tewntang fighur seorang ibu yang penuh kasih sayang kepada yang membutuhkannya.

Adalah hal yang sering dilupakan oleh pendidik bahwa memfasilitasi peserta didik degan materi pembelajaran pada prinsipnya adalah suatu tampilan kasih sayang kita kepada putra kita sendiri. Bukankah curahan kasih sayang seorang ibu lebih menginternal ketimbang seorang bapak. Bukankah pula seorang anak lebih merasa aman curhat kepada ibunya.

Figure Pemaaf

Kontroversi revolusi pendidikan hingga dewasa ini masih menghinggapi dunipendidikan. Di satu
pihak segala aspek pendidikan diupayakan berperan optimal, tapi di sisi lain tawuran antar pelajar masih saja kita lihat sehari-hari. Apakah ini pertanda telah terjadinya erosi moral remaja kita. Apabila seorang pendidik berada di tengah kenakalan mereka tentunya memerlukan kesabaran yang tinggi. Sebab penanganan yang mengedapankan hukuman fisik tentunya mengakibatkan peserta didik akan lebih skeptis dalam belajar. Oleh karena itu penanganan yang persuasif dan pedagogis merupakan tindakan yang paling bijaksana.

Dalam fenomena tersebut di atas tentu saja serang pendidik wanita lebih tepat untuk mengadakan persuasif pedagogis, yang memiliki sifat kepedulian yang tinggi terhadap orang lain. Namun demikian wanita bukan sesuatu figur yang tanpa kelemahan dalam peranannya sebagai pendidik. Kelemahan yang umum terdapat pada pendidik wanita adalah lemahnya sifat tegas terhadap siswa. Tetapi tentu saja sifaat ini tidak begitu dominan harus dilakukan bagi pendidik wanita, apabila telah mengenal sosok pribadi peserta didik secara cermat. Hingga jadlah Bu Guru yang mampu membimbing peserta didiknya menuju kompetensi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar