Dipastikan bahwa sesuai
dengan kebutuhan kita bersama dalam memikul tugas pembentukan “The Smart
Generation of Indonesia” yang berkarakter akan semakin pelik. Meski berbagai factor pendukung
pendidikan telah digelontorkan oleh pemerintah, dengan dana sebesar Rp 200
Trilyun, guna menggenapi sarana pendidikan (pendukung pembelajaran multimedia
), Bantuan Siswa Miskin (BSM ), Bantuan Operasional Sekolah / Madrasah
(BOS/BOM), bantuan untuk kesejahteraan
guru (Honor Daerah dan Tunjangan Fungsional ), program sertifikasi guru dan
lain sebagainya.
Peliknya masalah yang
merintangi capaian prestasi pendidikan yang kita tekadi bersama, sebagian besar
bertumpu pada “faktor kultur” dari semua pihak yang melangsungkan pembelajaran
di setiap lini pendidikan. Kultur yang
melatarbelakangi pendidik agar bersinergi
figure pendidik yang profesioanal, siswa yang penuh
antusias menuntaskan bahan ajar, mengantisipasi
UN dengan moralitas tinggi serta capaian lainnya nampaknya belum tumbuh dengan
signifikan. Bahkan suatu tindakan tak terpuji dari siswa yang terlibat tawuran
masih sering kita saksikan di media.
·
Pergeseran Moralitas Peserta Didik
Apakah tawuran yang
dewasa ini telah menjadi “symbol superiortas” peserta didik ketimbang menguasui
bahan ajar, adalah karena perkembangan
karakter seorang peserta didik yang tidak
bisa lepas dari kulture sosial yang melingkunginya, yang kemudian menjadi nilai
hidup baru yang jauh terpatri dalam lubuk hatinya. Padahal fenomena perkembangan
karakter peserta didik yang bersosialisasi di peradaban timur akan berbeda
dengan peradaban barat. Sebagai contoh ciri dasar karakter individu peserta didik
yang bersosialisasi di peradaban timur adalah karakter tenang dan pendiam (quiet
and calm). Namun
karakter dasar ini telah bergeser menjadi bentuk lain karena terinfiltrasi
nilai sosial dari peradaban barat atau peradaban lainnya atau bahkan karakter
amoralias oknum petinggi negara yang mereka saksikan di tayangan multimedia.
Sehingga sering kita
bertanya pada hati kita sendiri, apakah semua kiat Kementrian Pendidikan
Nasional telah percuma begitu saja atau memang factor waktu saja yang akan menentukan.
·
Peran Aktif
Orang Tua
Salah satu kiat handal
yang masih terlupakan para penyelenggara pendidikan, adalah kiat optimalisasi
orang tua siswa dalam peran mereka pada pembelajaran belaka, bukan hanya peran
orang tua dalam wadah komite yang hanya bersifat kebutuhan institusional
belakan. Tapi lebih berarah pada monitoring peserta didik di jam sekolah. Hal
ini disebabkan karena peserta didik mampu berbuat tak terpuji justru pada saat
mereka di luar sekolah. Kedekatan orang
tua dengan sekolah perlu lebih dekat lagi dengan jalinan kerja sama yang formal,
terintegrasi dan berkesinambungan. Sebagai contoh aplikasi ini adalah kunjungan
orang tua ke sekolah secara aktif. Peran aktif tersebut lebih berdampak signifikan apabila pertemuan orang tua dengan
wali kelas/guru kelas dilakukan secara berkala, intensif dan berkelanjutan yang
didasarkan pada regulasi dari autoritas pendidikan.
Dengan demikian akan
terciptalah triangulasi pola kerja sama antara peserta didik, sekolah dan orang
tua, yang dilengkap dengan instrumen laporan aktifitas belajar dari orang
tua/wali tentang segala aktifitas putra kesayanganya. Hal ini semua akan
mendukung pembentukan dimensi kognitif, psikomotorik dan affektif peserta didik sesuai
dengan makna pembelajaran menurut Corey
(1986:195) yang mendefinisikan suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku
tertentu dalam kondidi-kondisai khusus atau menghasilkan respon terhadap
situasi tertentu.
Bahkan tidak menutup kemungkinan peran orang tuapun identik
dengan peran pendidik di sekolah, meski hanya membimbing dalam belajar,
mengerjakan tagihan. Tentunya akan lebih handal lagi bila yang berfungsi
sebagai pendidik di rumah adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena mengajar
menurut William H Burton adalah upaya
memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar
Memang kiat seperti
tersebut telah dirintis sebagian sekolah, namun
belum tersibergis dengan cermat, tepadu dan antusias secara nasional. Sudah semestinya kita menggeliatkan kiat yang
handal ini demi tujuan pendidikan kita bersama, yang apabila dilakukan dengan
kebersamaan antara kita semua, kepelikan yang
menggayuti kemajuan pendidikan kita mampu kita tepis bersama.