pelajar SMP sudah mengenal tawuran |
Tugas moral ini tentunya tetap kita langsungan dengan penuh tanggung jawab
sesuai dengan kebutuhan essensi yang diperlukan mereka, yaitu kebutuhan dan hak
untuk memperoleh pendidikan. Hal ini perlu mendapatkan fokus perhatian, karena
pada perioda 20 – 25 tahun mendatang, mereka akan mendapat giliran pemegang
tongkat estafet pergantian generasi ke generasi. Apabila kita gagal dalam
membentuk karakter, kecerdasan serta ketaqwaan mereka melalui ranah pendidikan,
maka bukan tidak mungkin kita akan gagal dalam pembentukan generasi “penjemput
bola” Bangsa Indonesia di perioda tahun tersebut.
Langkah awal dari upaya maksimal kita adalah langkah
“manis” berupa pengucuran Bantuan Siswa Miskin pada 5, 8 juta siswa miskin,
dengan besar anggaran Kemdiknas sebesar Rp 3, 7 Trilyun. Langkah ini dipandang
oleh sebagian besar praktikan pendidikan sebagai langkah yang taktis demi
penyelamatan siswa yang tidak mampu bersekolah karena faktor biaya. Tentunya
dengan mekanisma penyaluran yang “lebih manis” pula, yaitu dengan mekanisma
penyaluran yang mampu langsung ke tangan peserta didik, guna menghindari
pungutan pihak sekolah atau manipulasi data jumlah siswa miskin di masing-msing
sekolah.
Aspek positip yang paling kita harapkan dari BSM
tersebut, adalah aspek pengadaan buku bahan ajar bagi siswa miskin. Terlebih
lagi bila pihak pendidik ikut terlibat melakukan himbauan agar para siswa
miskin ini menyisihkan sebagian dana bantuan tersebut untuk pengadaan buku
bahan ajar yang representatif.
Hal ini disebabkan karena masih adanya realita bahwa
peserta didik masih belum memiliki kesadaran untuk menggali informasi bahan
ajar dari buku ajar. Sekaligus untuk menindaklanjuti aspek pembiasaan “membaca”
bagi peserta didik kita yang sebagian besar masih malas belajar. Bahkan untuk
mengikis budaya malas membaca/belajar ini, sebaiknya perlu adanya gerakan
nasioanal yang disodorkan oleh Kemendiknas untuk program wajib membaca bahan
ajar tertentu pada masing-masing jenjang sekolah dan ditindaklanjuti dengan
program refleksi/evaluasi formal
terhadap kegiatan membaca tersebut.
- Langkah Seimbang dan Totalitas
Kita mungkin telah jenuh membaca tayangan media
cetak/elektronik/dunia maya tentang ketertinggalan peserta didik kita terhadap
siswa dari negara lain. Namun kita juga harus mengerucutkan parameter
ketertinggalan tersebut. Pada umumnya ketertinggalan yang diungkap oleh media
tersebut adalah ketertinggaan dalam
aspek kognitip saja. Tanpa menyertakan parameter yang komprehensif, seperti misalnya
aspek kesantunan dan lain sebagainya.
Oleh karena itu,langkah maju yang perlu kita tekadi di
tahun 2012 ini adalah langkah totalitas dalam menggapai peserta didik kita yang
berpengetahuan tidak kalah dengan siswa asing, tetapi memiliki karakter yang
kuat, yang mampu memasinisi kapasitasnya menuju generasi bangsa yang handal.
Sehingga terbentuklah wujud pembelajaran yang seimbang antara pembentukan
karakter yang sesuai nilai luhur Bangsa Indonesia dan pencetakan generasi yang
pandai (The Indonesian Smart Generation).
Namun sungguh disayang, disalah satu sisi kita mulai
serius menerapkan pembelajaran plus karakter, di lain sisi masih banyak kita
saksikan tawuran pelajar yang semakin beringas dan menjurus ke tindak kriminal.
Sebuah langkah maju di tahun 2012 ini bakal kita raih dengan gemilang apabila
kita berhasil mengikis habis perbuatan brutal siswa tersebut. Namun andaikata
kita gagal dalam menepis tindak amoral ini, maka sebuah langkah surutpun bakal
menyertai kita.
- Signifikasi Sekolah Berbasis Masyarakat
Suatu realita lainnya masih banyak kita jumpai dalam
kontek pendidikan, yaitu masih banyaknya warung play station yang buka di saat
jam sekolah. Meski warung tersebut telah memiliki ijin yang sah, yang tidak
mungkin kita bubarkan secara sepihak Namun setidak-tidaknya para pengelola
warung Play Station (PS)atau warnet bersedia melakukan filter terhadap
pengunjung secara serius.
Langkah yang lembut untuk mengatasi masalah ini semua
adalah dengan melibatkan masyarakat pada perencanaan, pengelelolaan, penggalian
dana, rasa memiliki sekolah dan pengawasan terhadap anak anak kita sendiri.
Apabila kita mampu melakukan pemberdayaan ini semua, maka kitapun akan mendapatkan
prestasi yang diharapkan dari kemajuan pendidikan kita.
Apalagi bila kita mengamati salah satu karakter
tentang spesifikasi dari masyarakat modern, yang bertendensi tidak hanya dalam
kapasitas yang mereka minati dan tekuni, tetapi suatu tendensi kemampuan dalam
pembelajaran sosial demi kepentinganya. Maka apabila tendensi karakter
masyarakat tersebut kita optimalkan dalam pengasuhan sekolah yang ada di
sekitarnya, maka genap sudah kemajuan pendidikan bakal kita raih***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar