Banyak
anggota masyarakat kita yang telah mulai jenuh dan khawatir saat menyaksikan
tayangan semua stasiun TV swasta ataupun media lainnya tentang tindakan tak
terpuji masyarakat kita yang berbentuk tawuran, korupsi, demo anarkis,
bentrokan berbagai pihak baik perorangan ataupun antar lembaga strategis.
Fenomena tersebut dikhawatirkan mampu menumbuhkan perasaan skeptis masyarakat
kita, yang sebenarnya masih berhajat besar dalam pemenuhan kebutuhan pokok
mereka, bukan lagi hanya menerima informasi tersebut di atas sebagai hasrat
autoritas untuk mengajak kebersamaan dalam memikul tanggung jawab bersama untuk
menuju Indonesia ke arah masa depan yang lebih baik.
Namun
fenomena yang menyeruak dalam di tengah kita, bagi kalangan dan pemerhati
pendidikan akan berpandangan lain lagi. Munculnya gejala tersebut di atas,
adalah gejala penetrasi karakter yang gagal selama kita mengenyam pembelajaran
dalam wadah pendidikan yang kurang memperhatikan pembentukan karakter (affektif)
peserta didik pada semua jenjang. Selama satu kurun waktu kita hanya mengusung
pembelajaran yang mengoptimalisasikan aspek kognitif belaka, tanpa
menyelaraskan aspek affektif pada peserta didik. Sehingga usungan tersebut
menuai hasil lahirnya generasi yang “miskin dalam sematan nilai dasar yang
diwariskan nenek moyang kita sebagai bangsa yang santun”
Seharusnya
setelah runtuhnya perang dingin antara blok barat dan timur, yang dicirikan
dengan kekhawatiran kedua blok akan ekspansi ideology musuh mereka masing, saat
persaingan antar bangsa diletakan pada landas pacu supremasi sains dan
teknologi, kita tidak terpancing dengan perlombaan tersebut dengan
mengesampingkan aspek pembentukan karakter bangsa melalui pembelajaan. Sebab
dalam jalinan proses pembentukan karakter, peranan yang ikut menjadi faktor
utama pembentukan karakter yang utuh, adalah satuan pendidikan yang mengusung
pembelajaran berkarakter, sebagai agent of changing karakter social.
Dengan
wacana tersebut di atas akan mencairlah kekhawatiran semua pihak terhadap runtuhnya jati diri
Masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang santun, murah senyum, gemar menolong,
terbuka, seka bergotong royong dan seabreg karakter terpuji lainnya. Agar
pencapaian tersebut bukan hanya menjadi isapan jempol belakan, maka setiap
simpul pembelajaran di tanah air kita haruslah terintegrasikan dengan cermat,
dimulai dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibumbui
dengan “item” berkarakter.
Sehingga
setiap Indikator (ukuran keberhasilan pembelajaran) dan Tujuan Pembelajaran dalam
rencana pembelajaran bersendikan pada kejujuran, tanggung jawab, kepedulian
sosial dan lingkungan, percaya diri, berkemauan kuat untuk maju, berbudi luhur
dan tindakan terpuji lainnya yang melekat kuat pada masing masing sanubari
peserta didik kita. Meski proses tersebut tidak mampu kita laksanakan hanya
dengan tempo yang singkat. Namun apabila
“kasih sayang” setiap peserta didik dalam penyertaan “unsur karakter”
tersebut, maka beberapa decade waktu mendatang kita akan mampu menemukan
kembali mahkota sematan bangsa yang santun.
Kiat
strategis pendidikan ini, tentunya harus diusung oleh salah satu diantaranya
adalah pada pendidik yang berada pada garis terdepan. Oleh karena itu kapasitasi
pendidik haruslah dalam kategori “bersertifikasi profesional” dalam cakupan
tiga unsur utama, yaitu penguasaan sains, tehnik pembelajaran yang menggelitik
dan menyenangkan serta peran social pendidik di tengah lingkungan sosialnya.
Dengan peranan social pendidik
2
yang
bersertifikasi professional, maka dengan pengalaman berkehidupan social yang
utuh, mereka mampu menularkan “ tindakan sosial, interaksi social dan
komunikasi social” kepada setiap peserta didiknya. Tindakan untuk transfer dan pembudayaan
karakter social tersebut harus terselip dalam “tiga pilar” utama Rencana
Pembelajaran Pendidikan, yaitu kelihaian pendidik dalam Eksplorasi
(penggalian potensi karakter anak didik), Ellborasi (penyampaian tujuan)
dan Konfirmasi (tagihan)
Dengan
percaya diri dan kemauan yang sungguh sungguh serta sistim perencanaan
pembelajaran yang cermat dan sistimatis, maka cita cita luhur yang ditunggu
capaianya oleh setiap masyarakat Indonesia, tentunya bisa kita harapkan
keberhasilannya. Oleh karena itu setiap perkembangan karakter perorangan
peserta didik harus mampu dimonitor pendidik. Monitoring ini sekaligus menjadi
sebuah evaluasi, yang tidak hanya evaluasi aspek kognitif. Akan tetapi
berujud suatu sistimatika perkembangan karakter perorangan mulai dari tahapan
“Belum Tampak” perubahan karakter, “Mulai Tampak”, “Mulai Berkembang” perubahan
karakter anak didik kita dan terakhir yang kita harapkan adalah “Mulai
Konsisten”peserta didik dalam melekatkan karakter terpuji.
Lantaran
tingginya urgensi pembelajaran berkarakter, maka Prof.M.Satuhu, M.Ed (2002) mengharapkan
menjadi sebuah Sistim Pembelajaran Nasional Visioner yang memilihi roh “kukuh
dalam aqidah, dinamis dalam syariah dan santun dalam kerja pendidikanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar