Minggu, 28 November 2010

Kompetisi Untuk Kompetensi

Pembelajaran dengan metoda yang attraktif tentunya dapat mengoptimalkan daya serap siswa terhadap bahan ajar. Nawun wacana ini bisa saja menyita energi kita, bila metoda tersebut masih belum menuai hasil seperti yang kita harapkan bersama. Metoda ini bisa saja gagal, karena terkendala minat baca siswa Indonesia yang memprihatinkan.

Namun meskipun telah hadir tehnologi informatika dalam bentuk internet, tetap saja minat baca siswa kita masih terpuruk. Minat membaca masyarakat untuk menggali informasi melalui internet bisa diukur secara kuantitatif dengan indeks yang disebut dengan NRI ( Network Readiness Inde), sistim indeks ini dikembangkan oleh Centre for International Development (CID) yang bermarkas di Harvard University, yang melaporkan bahwa untuk masyarakat Indonesia minat baca terhadap internet sungguh memprihatinkan, lantaran hanya memiliki nilai sebesar 3, 24 dan menempati urutan ke -59 dari 75 negara yang disurvey (2004).

Budi Hermana dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi di Negara-Negara Asia-Hubungannya dengan Variabel Ekonomi Makro dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Gunadarma, melaporkan bahwa kondisi teknologi informasi di Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Ketertinggalan teknologi itu sendiri bisa dilihat dari ketersediaan infrastruktur teknologi informasi, jumlah komputer yang dimiliki perusahaan, atau akses internet.

Tinggalah kita mencermati urgensi minat baca yang sedemikian vitalnya, karena membaca menurut Gleen Doman (1991 : 19) dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read menyatakan, membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup. Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Selanjutnya melalui budaya masyarakat membaca, kita akan melangkah menuju masyarakat belajar atau learning society (Sumber: H Athaillah Baderi, 2005. Wacana ke Arah Pembentukan Sebuah Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca. Pengukuhan Pustakawan Utama)..

Oleh karena itu kita harus memaksa/mendisiplinkan siswa kita untuk membaca dengan arif dan dalam “kemasan pendidikan yang santun” dengan memberlangsungkan kompetisi bahan ajar secara berkesinambungan, dengan cermat, sungguh sungguh. Hal ini bertujuian untuk mempertajam mereka dalam hal dinamikan berpikir, seperti mencermati, menganalisis serta menarik kesimpulan atas semua yang disodorkanpendidik melalui kompetisi.

Kompetisi bisa dilakukan dengan membentuk kelompok belajar, yang dilibatkan dalam bentuk evaluasi lisan (cerdas cermat ), portofolio baik di sekolahan langsung atau tugas di rumah. Kiat seoerti ini sangat berhasil guna bila kita mencermati pernyataan Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001), yang mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).

Selanjutnya Erickson menyatakan bahwa masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Dengan karakteristik remaja yang haus akan jati diri itu, maka ealuasi kompetisi ini justru mampu menyalukan kebutuhan psychologis siswa. Mereka berambisi untuk mengalahkan sainganya dan bahkan cenderung berjungkir balik demi sebuah jati diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar