Sabtu, 31 Desember 2011

Dari Play Station hingga Tawuran


pelajar SMP sudah mengenal tawuran
Baru saja kita meninggalkan tahun 2011, bila kita ibaratkan  suatu buku harian maka kita baru saja menutup lembaran lama. Namun karena jarum detik terus berputar maka kita tidak mungkin menutup pula lembaran baru, terutama bila menyangkut nasib 32.317.989 peserta didik kita dari jenjang SD hingga SMA yang tersebar di 141.089 sekolah negeri dan 36.890 sekolah swasta. Lantas bagaimana kita mempertanggungjawabkan tugas multidimensional tentang nasib mereka di lembaran baru tahun 2012 ini.

Tugas moral ini tentunya tetap  kita langsungan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan essensi yang diperlukan mereka, yaitu kebutuhan dan hak untuk memperoleh pendidikan. Hal ini perlu mendapatkan fokus perhatian, karena pada perioda 20 – 25 tahun mendatang, mereka akan mendapat giliran pemegang tongkat estafet pergantian generasi ke generasi. Apabila kita gagal dalam membentuk karakter, kecerdasan serta ketaqwaan mereka melalui ranah pendidikan, maka bukan tidak mungkin kita akan gagal dalam pembentukan generasi “penjemput bola” Bangsa Indonesia di perioda tahun tersebut.

Langkah awal dari upaya maksimal kita adalah langkah “manis” berupa pengucuran Bantuan Siswa Miskin pada 5, 8 juta siswa miskin, dengan besar anggaran Kemdiknas sebesar Rp 3, 7 Trilyun. Langkah ini dipandang oleh sebagian besar praktikan pendidikan sebagai langkah yang taktis demi penyelamatan siswa yang tidak mampu bersekolah karena faktor biaya. Tentunya dengan mekanisma penyaluran yang “lebih manis” pula, yaitu dengan mekanisma penyaluran yang mampu langsung ke tangan peserta didik, guna menghindari pungutan pihak sekolah atau manipulasi data jumlah siswa miskin di masing-msing sekolah.

Aspek positip yang paling kita harapkan dari BSM tersebut, adalah aspek pengadaan buku bahan ajar bagi siswa miskin. Terlebih lagi bila pihak pendidik ikut terlibat melakukan himbauan agar para siswa miskin ini menyisihkan sebagian dana bantuan tersebut untuk pengadaan buku bahan ajar yang representatif. 

Hal ini disebabkan karena masih adanya realita bahwa peserta didik masih belum memiliki kesadaran untuk menggali informasi bahan ajar dari buku ajar. Sekaligus untuk menindaklanjuti aspek pembiasaan “membaca” bagi peserta didik kita yang sebagian besar masih malas belajar. Bahkan untuk mengikis budaya malas membaca/belajar ini, sebaiknya perlu adanya gerakan nasioanal yang disodorkan oleh Kemendiknas untuk program wajib membaca bahan ajar tertentu pada masing-masing jenjang sekolah dan ditindaklanjuti dengan program  refleksi/evaluasi formal terhadap kegiatan membaca tersebut.

  • Langkah Seimbang dan Totalitas
Kita mungkin telah jenuh membaca tayangan media cetak/elektronik/dunia maya tentang ketertinggalan peserta didik kita terhadap siswa dari negara lain. Namun kita juga harus mengerucutkan parameter ketertinggalan tersebut. Pada umumnya ketertinggalan yang diungkap oleh media tersebut adalah  ketertinggaan dalam aspek kognitip saja. Tanpa menyertakan parameter yang komprehensif, seperti misalnya aspek kesantunan dan lain sebagainya.

Oleh karena itu,langkah maju yang perlu kita tekadi di tahun 2012 ini adalah langkah totalitas dalam menggapai peserta didik kita yang berpengetahuan tidak kalah dengan siswa asing, tetapi memiliki karakter yang kuat, yang mampu memasinisi kapasitasnya menuju generasi bangsa yang handal. Sehingga terbentuklah wujud pembelajaran yang seimbang antara pembentukan karakter yang sesuai nilai luhur Bangsa Indonesia dan pencetakan generasi yang pandai (The Indonesian Smart Generation).

Namun sungguh disayang, disalah satu sisi kita mulai serius menerapkan pembelajaran plus karakter, di lain sisi masih banyak kita saksikan tawuran pelajar yang semakin beringas dan menjurus ke tindak kriminal. Sebuah langkah maju di tahun 2012 ini bakal kita raih dengan gemilang apabila kita berhasil mengikis habis perbuatan brutal siswa tersebut. Namun andaikata kita gagal dalam menepis tindak amoral ini, maka sebuah langkah surutpun bakal menyertai kita.

  • Signifikasi Sekolah Berbasis Masyarakat
Suatu realita lainnya masih banyak kita jumpai dalam kontek pendidikan, yaitu masih banyaknya warung play station yang buka di saat jam sekolah. Meski warung tersebut telah memiliki ijin yang sah, yang tidak mungkin kita bubarkan secara sepihak Namun setidak-tidaknya para pengelola warung Play Station (PS)atau warnet bersedia melakukan filter terhadap pengunjung secara serius. 

Langkah yang lembut untuk mengatasi masalah ini semua adalah dengan melibatkan masyarakat pada perencanaan, pengelelolaan, penggalian dana, rasa memiliki sekolah dan pengawasan terhadap anak anak kita sendiri. Apabila kita mampu melakukan pemberdayaan ini semua, maka kitapun akan mendapatkan prestasi yang diharapkan dari kemajuan pendidikan kita.

Apalagi bila kita mengamati salah satu karakter tentang spesifikasi dari masyarakat modern, yang bertendensi tidak hanya dalam kapasitas yang mereka minati dan tekuni, tetapi suatu tendensi kemampuan dalam pembelajaran sosial demi kepentinganya. Maka apabila tendensi karakter masyarakat tersebut kita optimalkan dalam pengasuhan sekolah yang ada di sekitarnya, maka genap sudah kemajuan pendidikan bakal kita raih***

Pesan Untuk Anaku tentang Tahun 2012


Rangkaian pita biru telah kau lepas
Sedangkan telah kau kaitkan pita berwarna tanpa makna
pada sisi puncak gunung Mount Everest dan melintas
mengembalikan nafas yang hilang, kembali ke Mahameru

Anaku, kala ayah menghamparkan kuning tanaman padi
Berdesah  liuk angin gunung yang menyepi dari erotis kemunafikan jaman
Jangkaulah tepianya hingga kau menjenguk
untaian anggrek dan selaksa kembang,  yang dapat menyejukan
relung jiwa dan hatimu agar tetap kokoh diselip tulang iga yang rapuh

Anaku, jaman ini begitu menyeret
Semua pelangi telah memudarkan warna
Dilahap lentingan ego yang menghentak semua sendi ilalang,
Yang berumpun pasrah dan bersandar pada untaian detik dan waktu
Kita hanya mampu perlahan menapak jalan tebing
Yang curam, tapi berkait pada jendela langit

Capailah semua yang ada di atmosfer
Yang berisi tentang catatan harian, yang menyelinap dalam
sejuta sayap malaikat. Dengan nafas seloroh berharum bunga

Kita genap memiliki hiasan warna dari merah hingga biru
Sehingga kau mampu mencibirkan bibir pada pelangi
Berenda fatamorgana dan bersimpul pada kenisbian
Tak  ada yang perlu kau takuti
Bila roda roda bumi masih berkait pada Sang Empu Kehidupan
Peluklah dan genggam, sehingga pagi yang kau miliki
Tetap berselingkuh pada sudut jantungmu

Pernahkah kau menyayat sang waktu
Yang hanya mampu melangkah ke depan
Sedangkan jauh dalam rongga dadamu
Terdapat bilik bambu tempat sang waktu
bersemayam.

(Semarang 1 Januari 2012, “pesan untuk anak-anaku"

Jumat, 09 Desember 2011

Sajak Tentang Kota Liar


Aku Terjaga Di Kota Liar ini

Di kota liar ini
Aku terjaga, untuk menjadi saksi,
Untuk diriku sendiri, saat isi dada terhempas
dari sendiku sendiri....menusuk
menajamkan sembilu yang kuraut sendiri

namun tiada pernah bintang gemintang
menerangi kota ini,bahkab
memberiku, melentingkanku
ke pucuk...menyelingkuhi kain berjelaga,
hanya angin malam di peraduan
gelap gulita,,,
membawaku menjamah nisbi

Au terjaga ubtukMU
Pada sepertiga, kala aku tergolek lesu
Memucat wajah dan menjinakan sorot mata
MencapaiMU..

Di tengah padang belantara yang
kuraut sendiri, beralas berigi berbisa..
aku tertawan dan terpinang
pada Dajal si penunggu syahwat berbisa
hingga tak mampu menengadah
lantaran kuku tajam Dajal mematahkan
semua tulang igaku

Aku terjaga dan tersungkur
pada nyanyian rindu padaMU,
dengan manik mutiara hati
yang sejuk,
kembali aku..sepi
(Semarang, 7 Nvember 2011)

Menghitung Bintang

Satu dua bintang,....
menghampiriku dengan secawan sejuk
dengan seikat bunga kesabaran
dan karangan bunga kemanusiaan        
tak ketinggalan menyodorkan
catatan langit
berisi dongeng tentang surga

Aku hitung bintang
Dengan buih lautam
Dengan daun palma
Aku tak sanggup
Engkau Maha Perkasa
(Semarang, 7 Nvember 2011)

 Di Sudut Kota Yang Mati


Di sudut malam, aku terkungkung dalam pekat
mencari tiap sudut kotaku, kala aku terbuang
aku tak mau harus memunguti jarum waktu, dalam resah...
menunggu seduan teh hangat yang kau beri, kekasihku !

Kotaku !, berilah aku sebatas pandang, meski sebuat tirai rajutan
aku tidak liar mengirup sketsa sebuah hidup,
dalam kubangan anyir, tempat yang liar tak bertepi
tak satupun tangkai perdu penyembuh rindu

Kotaku !,
kala aku menitipkan rembulan pada bintang yang berpose
Di hadapan panggung warna hidup semua penghuni langit,
Mereka  malah menikamku dengan beban yang
menelanku mentah- mentah, akupun menyambangi batas
lembut sebuah fatamorgana.  Yang tersusun di langit ke tujuh.

Kotaku !,  kubiarkan aku melihat bintang
dengan kekasihku yang kuajak terbang malam,
meski sayap-sayap kami berdua telah lapuk dimakan jaman,
telah pula melemah urat sendi kami karena cibiran
lidah dan bibir semua yang kau miliki
atau karena melemah ditebas kerasnya debu debumu

Kotaku !,  berilah kami sekedar ruangan
untuk  malam pengantinku, agar tak terkoyak korupsi
dan kebusukan di sekelilingku.
Meski hanya untuk bertanam sehelai “asmarandhana”
sebuah kidung, milik padang ilalang yang bersekutu
dengan belalang, hingga mampu terbang dengan sayap
tak seberapa luasnya. Namun kau tetap menyeringai,kotaku !.

Malam ini  aku terus terjaga,
Karena tiada satu pagipun yang mampu merekah di kotaku.
Jangan kau sunting dahulu merah padam dari tepian tubuhmu
lantas kau curahkan pada aku dan kasihku,
yang sedang merenda kantong baju dan mengokohkan
pagar bambu tiap sudut bilik kami berdua.

Kotaku!,mengapa tidak kau pamerkan pakaian pengantinmu,
Mana kicauan Kenari, bangau di sawah dan bunga bakau
di pantaimu ?..
Kali ini akulah yang mencibirmu
Seharusnya kau tanam anggrek bulan pada jambangan
peraduanmu, sehingga tiap sudutmu hijau dan apik.
Kini senjamu memusari aku dan kasihku   ((Semarang, 10 Desember 2011).

Kecewa

Mengapa tiada lagi kini,
Kain selimut malam biru bertepi selaksa khayal

Kau sandarkan “benang – emas”  lurus menuju....
Indrakila hunian para bidadari,

Aku akan melangkah surut,
Tiada yang kusimpan dalam kantong baju
Hanya seutas janji Sang Arjuna pada Dewi Supraba
Aku hanya bergayut di tepian
Penuhilah jalinan kuning keemasan, yang menertawai aku
Kau ikat saja kuat kuat,
Agar gerimis tiada meninjing badai

Akupun hanya mampu menyuguhkan
Seribu batas langit, percik air telaga yang
menepiskan rambut emas sang mentari.
Kau ikatkan aku pada kanvas tanpa warna
Bergambar “Kolonjono”  bertaut debu membaraa
Lantas meranggas, akupun hanya memilki sebuah
warna.....hingga telah sampai
tengah malam yang tak berbintang.
Kau sambut dengan senyemu,
Yang terindah...yang pernah kulihat

Jangan kau salahkan “sedap malam”
bila di pagi hanya tertunduk lesu
tapi usunglah keranjang pilu beralas galau
lantas kau tumpahkan...ada tiap detik
yang berdebu yang aku buru.
Sehingga kau kecewa dan jelas tergambar
pada setiap lekuk tubuhmu   (Semarang, 10 Desember 2011)