Jumat, 09 Desember 2011

Sajak Tentang Kota Liar


Aku Terjaga Di Kota Liar ini

Di kota liar ini
Aku terjaga, untuk menjadi saksi,
Untuk diriku sendiri, saat isi dada terhempas
dari sendiku sendiri....menusuk
menajamkan sembilu yang kuraut sendiri

namun tiada pernah bintang gemintang
menerangi kota ini,bahkab
memberiku, melentingkanku
ke pucuk...menyelingkuhi kain berjelaga,
hanya angin malam di peraduan
gelap gulita,,,
membawaku menjamah nisbi

Au terjaga ubtukMU
Pada sepertiga, kala aku tergolek lesu
Memucat wajah dan menjinakan sorot mata
MencapaiMU..

Di tengah padang belantara yang
kuraut sendiri, beralas berigi berbisa..
aku tertawan dan terpinang
pada Dajal si penunggu syahwat berbisa
hingga tak mampu menengadah
lantaran kuku tajam Dajal mematahkan
semua tulang igaku

Aku terjaga dan tersungkur
pada nyanyian rindu padaMU,
dengan manik mutiara hati
yang sejuk,
kembali aku..sepi
(Semarang, 7 Nvember 2011)

Menghitung Bintang

Satu dua bintang,....
menghampiriku dengan secawan sejuk
dengan seikat bunga kesabaran
dan karangan bunga kemanusiaan        
tak ketinggalan menyodorkan
catatan langit
berisi dongeng tentang surga

Aku hitung bintang
Dengan buih lautam
Dengan daun palma
Aku tak sanggup
Engkau Maha Perkasa
(Semarang, 7 Nvember 2011)

 Di Sudut Kota Yang Mati


Di sudut malam, aku terkungkung dalam pekat
mencari tiap sudut kotaku, kala aku terbuang
aku tak mau harus memunguti jarum waktu, dalam resah...
menunggu seduan teh hangat yang kau beri, kekasihku !

Kotaku !, berilah aku sebatas pandang, meski sebuat tirai rajutan
aku tidak liar mengirup sketsa sebuah hidup,
dalam kubangan anyir, tempat yang liar tak bertepi
tak satupun tangkai perdu penyembuh rindu

Kotaku !,
kala aku menitipkan rembulan pada bintang yang berpose
Di hadapan panggung warna hidup semua penghuni langit,
Mereka  malah menikamku dengan beban yang
menelanku mentah- mentah, akupun menyambangi batas
lembut sebuah fatamorgana.  Yang tersusun di langit ke tujuh.

Kotaku !,  kubiarkan aku melihat bintang
dengan kekasihku yang kuajak terbang malam,
meski sayap-sayap kami berdua telah lapuk dimakan jaman,
telah pula melemah urat sendi kami karena cibiran
lidah dan bibir semua yang kau miliki
atau karena melemah ditebas kerasnya debu debumu

Kotaku !,  berilah kami sekedar ruangan
untuk  malam pengantinku, agar tak terkoyak korupsi
dan kebusukan di sekelilingku.
Meski hanya untuk bertanam sehelai “asmarandhana”
sebuah kidung, milik padang ilalang yang bersekutu
dengan belalang, hingga mampu terbang dengan sayap
tak seberapa luasnya. Namun kau tetap menyeringai,kotaku !.

Malam ini  aku terus terjaga,
Karena tiada satu pagipun yang mampu merekah di kotaku.
Jangan kau sunting dahulu merah padam dari tepian tubuhmu
lantas kau curahkan pada aku dan kasihku,
yang sedang merenda kantong baju dan mengokohkan
pagar bambu tiap sudut bilik kami berdua.

Kotaku!,mengapa tidak kau pamerkan pakaian pengantinmu,
Mana kicauan Kenari, bangau di sawah dan bunga bakau
di pantaimu ?..
Kali ini akulah yang mencibirmu
Seharusnya kau tanam anggrek bulan pada jambangan
peraduanmu, sehingga tiap sudutmu hijau dan apik.
Kini senjamu memusari aku dan kasihku   ((Semarang, 10 Desember 2011).

Kecewa

Mengapa tiada lagi kini,
Kain selimut malam biru bertepi selaksa khayal

Kau sandarkan “benang – emas”  lurus menuju....
Indrakila hunian para bidadari,

Aku akan melangkah surut,
Tiada yang kusimpan dalam kantong baju
Hanya seutas janji Sang Arjuna pada Dewi Supraba
Aku hanya bergayut di tepian
Penuhilah jalinan kuning keemasan, yang menertawai aku
Kau ikat saja kuat kuat,
Agar gerimis tiada meninjing badai

Akupun hanya mampu menyuguhkan
Seribu batas langit, percik air telaga yang
menepiskan rambut emas sang mentari.
Kau ikatkan aku pada kanvas tanpa warna
Bergambar “Kolonjono”  bertaut debu membaraa
Lantas meranggas, akupun hanya memilki sebuah
warna.....hingga telah sampai
tengah malam yang tak berbintang.
Kau sambut dengan senyemu,
Yang terindah...yang pernah kulihat

Jangan kau salahkan “sedap malam”
bila di pagi hanya tertunduk lesu
tapi usunglah keranjang pilu beralas galau
lantas kau tumpahkan...ada tiap detik
yang berdebu yang aku buru.
Sehingga kau kecewa dan jelas tergambar
pada setiap lekuk tubuhmu   (Semarang, 10 Desember 2011) 

Minggu, 23 Oktober 2011

Optimalisasi Sekolah Berbasis Masyarakat


Sesuatu yang pelik memang harus kita hadapi dalam urgensi pengentasan mutu pendidikan kita yang terpuruk ini. Tentunya  setelah kita menggenapi sistim pendidikan dengan berbagai instrumen yang menjadi faktor pendukung keberlangsunganya, seperti kurikulum yang representatif, guru yang professional sebagai media transfer bahan ajar san agen pembentuk jarajter peserta didik, sistim evaluasi yang komprehensif dan berstandardisasi, kita juga dihadapkan kompetensi peserta didik terhadap bahan ajar dan konsistensi karakter peserta didik yang paling essensi. Sekaligus specifikasi tersebut direkomendasikan mampu menjadi dasar akselerasi pengentasan di bidang pendidikan atau aspek lainnya.

Mengapa aspek karakter dalam urusan pendidikan menjadi demikian essensinya, pertanyaan ini tentunya bisa kita jawab dengan mencermati hubungan antara karakter sebagian besar anak bangsa dengan karakter suatu bangsa. Kita telah mengetahui bahwa karakter dasar yang membudaya kokoh dalam masing masing sanubari anak bangsa yang inovatif  dan  karakter lainya yang menjadi dambaan kita adalah justru sebuah modal utama sebuah bangsa untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain di muka bumi ini. Wacana ini tentunya akan lebih kita terima, bila kita mencermati perbandingan karakter  dasar kita dengan bangsa lain. Kita mampu menyimpulkan bahwa terhadap hubungan korelasi positif antara kemajuan berbagai bidang suatu negara dengan karakter rakyatnya, misalnya tertibnya budaya antri, budaya santun di jalan, sportifitas , kejujuran,  anti korupsi dan lain sebagainya di negara negara maju tersebut.

Di lain pihak kita sering menjumpai sikap masyarakat kita yang “sok jagoan” di jalan raya tanpa punya satu  hatipun untuk memperdulikan kepentingan dan keselamatan orang lain atau anarkis saat antri bergiliran untuk mendapatkan sesuatu, holiganisme supporter sepakbola dibanyak even. Dengan latar belakang keprihatinan kita bersama tentunya menumbuhkan tekad di hati kita semua untuk mengakhiri ini selama lamanya. Dan lebih jauh lagi kita menekadi untuk realisasi Negara Indonesia yang ditopang oleh anak bangsa yang santun, piawai di bidangnya, memiliki nasionalisme yang “tak lekang ditengah panas dan tak lapuk dimakan hujan”, memiliki kepedulian yang tinggi,jujur dan lain sebagainya.

·        Minat Baca dan Urgensinya

Tinggalah kini kita bersandar pada ranah pendidikan yang mampu mengusuk pencetakan individu yang berkarakter dambaan, bahkan demi penyelamatan martabat bangsa kita dituntut untuk memberlangsungkan laju pembangunan pendidikan yang memadai, meski sebuah kepelikan akan kita jumpai dalam hal ini. Namun bila kita menilik sejarah sistim pendidikan kita yang terkoyak akaibat tekanan rezim Soeharto selama 32 tahun, kitapun menjadi tak memperdulikan lagi kompleksitas tersebut demi sebuah kontribusi rekonstruksi kejayaan Negara kita.

Minat baca masyarakat umum kita mestinya turut kita soroti, sebagaimana yang dikemukakan oleh Suayatno (praktisi pendidikan YLPI Duri), yang menukil laporan Bank Dunia No. 16369-IND dan Studi IEA (International Association for the Evalution of Education Achievement ), dalam laporan tersebut,  di Asia Timur tingkat terendah minat baca  anak-anak di pegang oleh negara Indonesia dengan skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5). Bukan itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanAya 30 persen. Data lain juga menyebutkan, seperti yang ditulis oleh Ki Supriyoko (Kompas, 2/7/2003), disebutkan dalam dokumen UNDP dalam Human Development Report 2000, bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. Sedangkan Malaysia sudah mencapai 86,4 persen, dan negara-negara maju seperti Australia, Jepang, Inggris, Jerman, dan AS umumnya sudah mencapai 99,0 persen.

Namun kita juga tidak serta merta menyudutkan masyarakat kita yang memprihatinkan  minat bacanya,terutama untuk peserta didik yang ada di satuan pendidikan yang rata rata miskin ”khasanah pustaka” pada perpustakaan mereka. Bila pada satuan pendidikan tersebut telah langka akan pustaka yang up to date, maka bisa kita bayangkan betapa tertinggalnya anak didik kita lantaran njauh dari jendela dunia. Selain itu rendahnya daya beli kita semua menyebabkan sebagian dari kita cenderung menepiskan kebutuhan untuk membeli judul buku terbaru.

·        Pendidik Profesional

Percepatan pengentasan pendidikan diharapkan akan berhasil guna bila kita telisik peran vital seorang pendidik yang patut diperhatikan, apalagi bila pendidik tersebut telah mampu berperan secara profesional dan mampu menyodorkan pembelajaran secara inovatif, lantaran mereka telah mengalami peningkatan kesejahteraan hidup, setelah mendapat tunjangan profesi dari negara. Akselerasi akan lebih dapat kita harapkan bika terdapat kesamaan sikap dan kinerja dari 2.607.311 guru yang tersebar di seluruh Indonesia  dan ditambahkan  lagi suatu kiat  terobosan untuk meng-up grading satu juta pendidik yang belum berijazah S1 (dari berbagai sumber).