monev di MA Futuhiyyah 1 Mranggen DEMAK |
Istilah profesional dalam kapasitas apa saja tidak saja suatu beban moral bagi yang menyandangnya, tetapi juga membutuhkan suatu pengakuan profesionalisasinya oleh masyarakat sosial di sekitarnya. Entah yang berkapasitas tersebut memiliki sertifikasi dari lembaga formal yang berkompeten atau tidak. Sertifikasi tersebut bisa diabaikan oleh lingkungan sosial, bila mereka hanya menuntut kecakapan tenaga professional tersebut sekedar mampu memberikan solusi permasalahan yang ada di lingkungan sosial saja. Hal ini biasanya hanya untuk sector non formal yang banyak tersebar di masyarakat luas.
Namun untuk
menunjukan professional pada bidang/ketrampilan formal (contoh tenaga medis,
tehnisi, pilot , pendidik dan lain sebagainya). Maka pengakuan formal dari
institusi yang berkompeten harus disertakan melalui regulasi yang cermat,
akurat dan terintegrasi antara factor kecakapan dan karakter “man behind the
gun” sebagai factor yang paling dominan, yang juga harus dipandang secara
normatif.
Tidak tanggung
tanggung bagi pendidik bidang studi apapun yang telah disertifikasi
profesional, adalah pendidik yang minimal berpengalaman mengajar minimal 4
tahun dengan pembekalan Pendidikan dan Latihan Profesional Guru untuk mengusung
sebuah pandangan moral guru untuk berkarakter pendidik professional.
Namun terdapat
spesifikasi bagi pendidik yang professional, untuk menggapai pengakuan keabsahan profesonalnya. Hal ini
karena pendidik harus berhadapan dengan sosok peserta didik, dengan harus mengerahkan kemampuan tehnis
pedagogi dan penguasaan bahan ajar yang mumpuni. Apalagi bila kita menggaris
bawahi, bahwa pembentukan karakter peserta didik yang perlahan dan bertahap, penanaman
nilai hidup yang cermat dan vital serta pencetakan sebuah generasi yang siap
menyongsong jaman. Maka dalam menghadapi tantangan vital tersebut, aspek
porfesional bagi peserta didik sungguh sangat berat.
Oleh karena itu,
aspek professional bagi sang pendidik bukan barang gampang yang di dapat dengan
membalikan tangan. Hal ini menyirtkan suatu pemahaman bahwa setumpul apapun
peserta didik yang diasuhnya, harus mampu menerima bahan ajar diatas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Sehingga menimbulkan sebuah konsekuensi logis bahwa
setiap tindakan “learning” bagi pendidik haruslah dilengkapi dengan “track
record” yang cermat berupa “instrument pembelajaran” yang menyangkut perencanaan
semester, tahunan, efektifitas waktu dan lain sebagainya, seprti seorang
dokter yang menyembuhkan pasienya dengan catatan medis yang memadai.
Kriteria seperti
di atas memang pada umumnya sering dilupakan oleh sang pendidik, namun bagi
sang pendidik yang professional, criteria tersebut dijadikan senjata tajam demi
mendapatkan penetrasi bahan ajar yang memuaskan. Oleh karena pentingnya
criteria tersebut, maka sudah selayaknya apabila otoritas pendidikan di
Indonesia (Disdikpora dan Kemenag) untuk rajin melakukan Monitoring dan
Evaluasi (Monev) secara periodik dan cermat.
Namun sungguh
disayangkan bahwa di lapangan sering kita mengetahui masih banyaknya pendidik
yang men-“download” instrument instrument pembelajaran dari dunia maya atau
menggunakan jasa pihak tertentu yang menawarkan CD yang berisi instrument lengkap,
tanpa mampu difilter dan ditepis otoritas tersebut (pengawas sekolah/madrasah).
Upaya pendidik tersebut di atas sebenarnya dapat mematikan kreatifitasnya pendidik
sendiri dalam merancang ‘learning” yang nyaman dan memuaskan serta aspek
kondisional di satuan pendidikanmasing-masing. Lantaran dengan mengisi form ama
guru dan sekolah, mereka sudah mampu mendapatkan instrument yang lengkap dan
mengganggap kegiatan monev hanyalah semata pada aspek formalitas saja.
Apabila Monev
yang bertujuan essensi untuk meng-up grade pendidikan di Indonesia masih banyak
menemukan factor kendala yang konyol, maka sebuah isaratpun mampu kita
dapatkan, yaitu masih belum siapnya banyak pendidik yang mengusung sebuah
professional. Langkah apa lagi yang mampu kita rencanakan ?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar