Tampilkan postingan dengan label UN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Mei 2011

Kaji Ulang UN 2011


Prediksi Badan Nasional Standardisasi Pendidikan tentang keberhasilan kiatnya dalam memberlangsungkan UN 2010 – 2011, untuk jenjang SMP dan SMA ‘tanpa tindak kecurangan” hingga hari ini masih harus dikaji ulang. Meski kiat lembaga ini sudah cukup jitu dengan menyelenggarakan UN dalam variasi soal sebanyak 5 paket, yaitu Paket A, B, C , D dan E terhadap semua bahan ajar yang di-UN-kan, untuk kedua jenjang sekolah tersebut. Kiat tersebut memang mampu menjamin peserta didik tidak berkutik untuk bekerjasama dengan lainnya. Dengan demikian apakah kiat ini memamng telah mampu mengusung pemberlangsungan UN seperti yang kita harapkan.

Sembari menunggu hasil akhir capaian UN untuk anak anak kita, sebaiknya BNSP menggelar evaluasi serupa yang ditujukan semata mata untuk mengukur kemampuan mereka secara murni, bukan kemampuan yang dicampuri pihak pihak tertentu yang semata mata hanya ingin meluluskan peserta didik. Evaluasi kaji ulang ini tidak membutuhkan biaya yang relative besar, karena bisa dilakukan secara acak per sekolah, kota dan propinsi. Tentu saja soal evaluasi ini dijamin tidak bocor, karena pengadaan dan pendistribusianya tidak serumit soal UN. Dengan gelaran evaluasi kaji ulang ini, BNSP cukup mengumpulkan beberapa ratus peserta didik untuk beberapa kota tertentu yang dapat mewakili daya serap bahan ajar peserta didik secara nasional, tanpa mengurangi kecermatan dalam survey kejujuran UN tahun 2011.

Tentu saja waktu pemberlangsungan evaluasi kaji ulang ini berkisar antara waktu sebelum atau sesudah pengumuman UN dalam toleransi waktu yang tidak lama. Dari hasil evaluasi kaji ulang inilah BNSP mampu mencermati kemampuan rata rata peserta didik yang lulus UN. Apabila rataan nilai UN murni (tanpa dikontribusi rataan nilai rapot semester 3, 4 dan 5 serta nilai Ujian Akhir Sekolah/Madasah Berstandar Nasional) sangat jauh berbeda dengan nilai “evaluasi kaji ulang “ , tentu saja BNSP segera mengganti kiat 2011 ini dengan kiat yang lebih mampu menjamin kemurnian UN.

Langkah ini perlu dilakukan secara emergency, karena berdasarkan laporan banyak media penyelenggaraan UN 2010 silam masih banyak ditemukan kecurangan, yang dapat merusak moralitas generasi muda tanpa kita sadari bersama. Semua pihak yang berkecimpung di bidang pendidikan nampaknya telah dihipnotis pada tujuan tujuan jangka pendek (meluluskan peserta didik) tanpa memandang langkah jauh ke depan demi penyelamatan anak bangsa agar terhindar dari dekadensi moral. Apabila oknum generasi /pemimpin sekarang telah banyak bergelimang dengan korupsi, penyalahgunaan wewenang, membelakangkan nasionalisme dan patriotisme, apakah penyakit moral ini akan ditularkan lebih dalam lagi kepada anak anak kita sendiri.

Padahal telah banyak contoh bangsa dan Negara lain, yang dapat kita jadikan pembelajaran. Mereka dahulu mengalami keterpurukan multidimensional (Jerman yang kalah perang PD I dan PD II, Jepang yang terhempas juga dengan kekalahan di PD II ) tetapi mereka kini menjadi bangsa dan Negara yang terdepan dalam capaian segala bentuk teknologi, karena keseriusan dalam pembenahan pendidikan. Apa jadinya kita bila langkah peningkatan kompetensi peserta didik melalui UN banyak tindakan perusakan “jati diri bangsa” sejak UAN tahun 2003, yang mulai diterapkan standar minimal sebesar 3,01 sebagai syarat peserta didik untuk lulus, kemudian dilanjutkan tahun 2004 dengan nilai standar 4,01. Tahun 2005 sistim UAN diganti dengan UN, yang mencantumkan peryaratan standardisasi kelulusan sebesar 4,56 hingga sekarang UN 2011 dengan standardisasi 5,50, tetapi memiliki specifikasi 5 type soal.

Hal yang paling urgent untuk kita cermati, adalah menurut laporan multimedia yang menemukan kecurangan dalam pelaksanaan UAN sejak tahun 2003 hingga tahun 2010, sehingga praktis pencurangan ini telah berjalan 7 tahun, tanpa bisa dikikis hingga tuntas. Tentunya hal ini bisa menimbulkan krisis moral bagi generasi peserta UN bila mereka menapaki tongkat estafet dalam memimpin bangsa ini.

Oleh karena itu sudah saatnya BNSP. Disdikpora dan Kementrian Agama untuk meyingsingkan lengan dalam menghadapi pencurangan UN, minimal dengan kiat memberlangsungkan “evaluasi kaji ulang” secara acak seperti wacana di atas. Sehingga pencangan 5 type soal bagi peserta UN betul betuk berhasil guna, tetapi bila dengan 5 paket soal masih ditemukan kejanggalan, maka BNSP segera memprogramkan 20 type soal untuk 20 peserta didik dalam satu ruangan berserta dengan standar prosedur lainnnya yang perlu dikaji ulang lagi.