Sabtu, 29 Januari 2011

Pembelajaran Inovatif Dan Kemajuan Bangsa

Semakin kita terinspirasi akan urgensi pendidikan bagi kemajuam bangsa ini, semakin konsisten pula kita mengedapankan pentingnya pembelajaran yang inovatif yang disodorkan pada anak didik kita. Meski daya dukung lainnya juga tidak kalah urgensinya, seperti instrument pembelajaran yang harus dipersiapkan dengan cermat dan terintegrasi. Dengan dua hal tersebut di atas maka sudah menjadi konsistensi logis untuk sebuah kemajuan pendidikan yang hanya tinggal menunggu waktu saja.

Nampaknya hal tersebut di atas akan dipandang sebagai wacana yang tidak masuk akal, namun bila sinergi semua pendidik di Indonesia mampu menerapkan dengan serentak, intrensif dan bertanggung jawab, maka pembelajaran inovatif inipun bakalan mampu memajukan prestasi suatu bangsa.

Hal inilah yang menjadi langkah essensi bagi guru guru dio lingkungan Madrasah Aliyah Futuhiyyah 1, Mranggen Demak dalam melangsungkan Workshop Pembelajaran Inovatif, Sabtu 29 Desember 2011 ini, sengan menghadirkan nara sumber Pengawas Pendais Kementrian Agama Kabupaten Demak dan Tim Pengembang Kurikulum Bahasa Arab Kantor Wilayah Kemetrian Agama Jawa Tengah.

Ditilik dari instrument pembelajaran yang selama ini sering disepelekan oleh para pendidik, maka wajar saja bila pendidik sering kali tidak mampu secara cermat melakukan persiapan sebelum mengajar, penyampaian bahan ajar, evaluasi apalaggi penyampaian pengayaan bahan ajar. Sehingga disana sini sering kita temukan pendidik yang mengidap penyakit kronis Kurap ( Kurang Persiapan) dan Kudis ( Kurang Disiplin). Jangankan mempersiapkan model pembelajaran yang akan diusung, membaca literature saja masih belum secara intensif dilakukan pendidik kita. Maka wajar saja bila banyak pendidik yang melakukan bull-lying kepada peserta didik.

Terungkap dalam workshop tersebut, bahwa aspek pembentukan karakter pada peserta didik sama sekali tidak bisa kita sepelekan begitu saja demi pembentukan karakter dan budya santun untuk generasi kita mendatang. Maka sejak awal aspek karakter harus dilengkapkan pada silabus setian bahan ajar . Karena pembentukan karakter tidak hanya semata ditugaskan kepada pelajaran agama di sekolahan (Madrasah: Qur’an Hadits, Aqidah Ahklaq dan Tafsir Qur’an), tapi menjadi beban setiap bidang ajar yang ada di tiap satuan pendidikan, baik sekolah umum maupun madrasah.

Sehingga dengan gagasan didaktik ilmiah dari narasumber maka setiap peserta workshop mampu memahami tugas moral mereka yang mencakup persiapan, pembel;ajaran, evaluasi dan pengayaan materi. Disamping itu juga telah menjadi optimalisasi taktik bagi pendidik untuk “mendayagunakan indera peserta didik” dalam mengikuti pembelajaran.

Hal yang perlu diterapkan dalam hal di atas, adalah aspek psikomotorik peserta didik yang tidak hanya mendengar, membaca tetapi harus berbuat sesuatu (learning by doing) setiap Kompetensi Dasar yang diberlangsungkan.

Maka adalah suatu terobosan yang sangat vital apabila pendidik menerapkan beberapa variasi model yang menyenangkan, termasuk diantaranya adalah penerapan Jigdaw, TAI dan lain sebagainya.

Pendek kata dengan seabreg umpan umpan inovatif yang digulirkan pada workshop tersebut, maka diharapkan peserat didik tidak hanya diperlakukan seperti narapidana dalam ke;as yang tertutup rapat dari mulai pagi hingga siang hari. Tetapi mereka dilibatkan dalam pembelajaran yang mengoptimalkan semua fungsi indera, sehingga mereka mampu menyerap ilmu yang berguna bagi mereka semua. Lebih jauh lagi akan terciptalah “The Smart Generation” yang mampu mendongkrap capaian apapun dari bangsa dan Negara ini nantinya.

Selasa, 18 Januari 2011

Konsistensi Sang Pendidik

Siapapun atau lembaga apapun yang berniat memajukan prestasi pendidikan di Indonesia pastilah akan menelibatkan kinerja pendidik, disamping konstituen lainnya yang memberikan konstribusi nyata terhadap kemajuan sistim ini. Sebab meskipun sistim ini di Negara kita belum dilengkapi ruang kelas yang memadai, bahan ajar yang representatif dan factor lainnya yang masih tertinggal dengan Negara lain, peran sang pendidik dianggap sudah cukup untuk memberikan pembelajaran pada peserta didik, karena peran vital sang pendidik inilah yang dianggap paling dominan.

Akan tetapi ketika sang pendidik dihadapkan pada sesuatu aktifitas yang lebih menghasilkan uang ketimbang hanya bergelut dengan instrument pembelajaran yang menjemukan sepanjang hari harinya yang tak memberinya gambaran masa depan yang jelas, tentu saja sang pendidik itu akan memburunya demi sebuah hidup dia dan keluarganya. Apalagi bagi sang pendidik swasta/non PNS yang mendarmabaktikan profesinya di sekolah sekolah swasta.

Inilah gambaran pendidik swasta yang ada di tanah air kita. Meski tunjangan profesi dari Negara telah diperolehnya, yang besarnya sesuai dengan penyetaraan gaji guru PNS melalui program impassing (tunjangan ini diperoleh bila pendidik telah lulus pelatihan profesionalisasi).

Kekhawatiran dari segenap pemerhati pendidilkan nasional apalagi dari otoritas pendidikan di tanah airpun muncul dalam menyikapi life-style (gaya hidup) pendidik tersebut, yang sudah barang tentu menempatkan tugas moral dalam ranah pencerdasan anak bangsa menjadi tujuan sampingan. Padahal di lain pihak kita telah sepakat bahwa mengusung sebuah kemajuan yang berarti untuk bangsa dan Negara haruslah dimulai dari komponen pembelajaran nasional sedini mungkin. Kita sedang tidak lagi nerniat menjadi penonton kebangkitan bangsa lain, yang kita sendiri sebenarnya mampu melakukan. Namun bila pembelajaran semya anak bangsa dilangsungkan oleh sebagian besar pendidik yang belum intend dengan tugas moralnya. Lantas kapan Bangsa Indonesia akan lagi berkemas dengan kemegahan yang diakui bangsa lain pada masa masa lampau.

Minimal sebuah langkah urgen perlu dicanangkan lebih tajam dan mengena demi sebuah moralitas pendidik yang konsisten. Meski berbagai stimulus dari Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) telah meluncur ke hadapan pendidik, seperti himbauan menulis bahan ajar atau karya ilmiah, lomba peraga, penelitian ilmiah mengenai pendidikan dan diskusi/seminar/workshop ilmiah. Namun belum banyak program tesebut mampu menggiring sejumlah pendidik untuk benar benar loyal terhadap profesinya atau lebih essensi lagi menyematkan kembali emblem mulia kepada sang pendidik. Sehingga langkah urgent tersebut di atas mampu diantisipasi oleh pendidik seantero Bumi Nusantara untuk lebih bergairah lagi dalam binaan pencerdasan anak bangsa.
Guru atau lebih menantang lagi dengan istilah pendidik, secara etimologi brasal dari Bahasa India yang berarti “berat”, berat dalam hal tugas moral, tahapan yang harus dicapainya atau segala sesuatu yang bertanggung jawab dengan kemajuan muridnya. Apalagi predikat guru/pendidik professional di jaman globalisasi di tengah keterpurukan multidimensional Negara kita yang sarat dengan perkara kemorosotan moral. Tugas seorang pendidik tentunya akan lebih berat lagi. Gairah sang pendidik dalam membekali peserta didik untuk menghadang segala macam persaingan dengan Negara lain di kancah perdagangan, kemajuan iptek, ketergantungan bangsa kita dengan lainnya.

Sudah barang tentu siapa saja yang telah pada awalnya berkecimpung sebagai seorang pendidik, tentunya kendala internal (tehnik pembelajaran) serta eksternal telah bisa diresapi betul betul oleh semua kalangan pendidik di Negara kita, khususnya bagi pendidik non PNS. Hanya yang pasti apapun kendala yang memusari profesionalisasi pendidik, kita sebaiknya tidak perlu untuk menyisihkan aspek ‘penuh gairah” dalam memfasilitasi peserta didik yang kita bimbing.

Wacana tersebut di atas memang terasa sangat berarti bila kita hadapkan pada kepentingan kita semua pada perhelatan pedagogy beberapa bulan mendatang yang berupa Ujian Nasional untuk semua jenjang pendidikan. Konsistensi pendidik di depan kelas sangat memegang kunci keberhasilan anak anak kita.

Semangat untuk tetap bergairah dalam memfasilitasi bahan ajar untuk anak kita adalah bukan hanya untuk kepentingan UN saja namun dalam cakupan yang lebih luas lagi, yang berujung pada pembentukan karakter generasi muda pengusung masa depan bangsa ini. Bila predikat setiap pendidik dihadapkan pada masalah se-urgent ini, maka genaplah sudah tugas moral yang harus selalu disertakan oleh setiap pendidik dimana, siapa dan apapun statusnya.

Oleh karena itu kiat yang dicanangkan oleh Disdikpora dalam meraih kesuksesan optimalisasi tugas moral pendidik seantero Bumi Nusantara ini adalah peletak dasar utama untuk ancang ancang bangsa ini guna melompat beberapa langkah kedepan, tanpa ada lagi pendidik baik yang PNS mauoun non PNS untuk melangkah setengah setengah karena kendala tersebut di atas.